Kadar CO2 di Atmosfer Capai Rekor Tertinggi

Senin, 13 Mei 2013 10:32 WIB


stasiun pemantauan CO2 di Hawaii menemukan kadar CO2 di atmosfer berada di level tertinggi.
 

VIVAnews - Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, konsentrasi karbon dioksida dalam atmosfir melewati titik tonggak lebih dari 400 parts per million (ppm). Terakhir kali gas rumah kaca begitu banyak di udara terjadi beberapa juta tahun yang lalu.

Menurut harian Guardian, Minggu 20 Mei 2013, emisi CO2 setinggi itu terjadi ketika kawasan arktik bebas dari es, padang rumput di gurun sahara dan permukaan laut lebih tinggi 40 meter dari hari ini.

Dua stasiun pemantauan CO2 di gunung berapi Hawaii yang dikelola US National Oceanic and Atmospheric Administration dan Scripss Institution of Oceanogrhaphy merilis data pada Jumat 10 Mei 2013, kadar rata-rata harian co2 di atsmosfir telah tembus 400 ppm untuk pertama kalinya.

Pakar perubahan iklim Scripps, Profesor Ralph Keeling, menyatakan kondisi saat ini akan membuat dunia kembali pada masa waktu tersebut, konsekuensinya peradaban akan hancur. Namun, hal tersebut dapat dicegah bila emisi CO2 dari pembakaran batubara, gas dan minyak dengan cepat dibatasi.

Keeling menyatakan meskipun resesi ekonomi masih terasa, namun ternyata tidak berimbas terhadap emisi global yang terus melambung tidak terkendali. "Ini adalah simbol, titik disaat manusia harus berhenti sejenak dan berpikir ada dimana kita saat ini," katanya.

Ketua the Intergovermental Panel on Climate Change, Profesor Rajendra Pachauri, menyatakan pada awal industrialisasi konsentrasi CO2 baru hanya 280 ppm dan saat ini kadar co 2 di udara telah melewati ambang batas aman.

"Titik saat ini merupakan pengingat bagi para pemimpin dunia untuk meningkatkan kesadaraan realitas ilmiah perubahan iklim," katanya.

Berbagai negara di dunia telah sepakat untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata global yang terus meningkat 1-2 derajat celcius. Namun, International Energy Agency pada 2012 lalu telah memperingatkan tren emisi saat ini akan membuat dunia memanas hingga 6 derajat celcius.

Analisis dari fosil udara yang terperangkap dalam gunung es kuno dan data lain menunjukkan tingkat ini belum pernah terlihat di bumi selama 3-5 juta tahun. Terakhir bumi mengalami hal ini pada periode Pliosen. Saat itu, suhu rata-rata global 3-4 derajat celcius lebih tinggi dari hari ini, dan 8 derajat celcius lebih tinggi di kutub.

Pada periode tersebut, terumbu karang mengalami kepunahan utama, dan hutan tumbuh hingga ke ujung udara samudera arktik, yang saat ini daerah tersebut merupakan tundra. Tundra adalah sautu area tanpa pohon akibat rendahnya suhu lingkungan.

"Saya pikir ada kemungkinan ekosistem dahulu akan dapat terjadi kembali," kata Richard Norris, pakar lingkungan Scripps. Sistem iklim bumi membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan peningkatan panas yang terperangkap oleh emisi rumah kaca yang tinggi.

Mencair Cepat

Dia memprediksi kecepatan peningkatan emisi rumah kaca terus meningkat hingga 75 kali leboh cepat dibandingkan waktu pra industri. Catatan menunjukkan gelombang panas ekstrim dan banjir lebih sering. Pada gilirannya, lautan es akan mencair dengan cepat di Arktik.

"Iklim prasejarah akan membuat manusia akan menghadapi resiko besar dan berpotensi bencana," kata Direktur KEbijakan Grantham Research Institute on Climate Change London School of Economics.

Satu-satunya cara untuk menghindari bencana adalah mengurangi emisi global, mendukung teknologi energi bersih untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

"Hanya dengan segera engurangi emisi global maka kita dapat terhindar dari konsekuensi penuh memutar kembali jam iklim tiga juta tahun yang lalu sebelum terlambat untuk anak cucu kita," katanya. (ren)



sumber : vivanews

Shared: